Muraqabah, Betah Ibadah, Dosa Tercegah
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang,
melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang,
melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah
yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama
mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada
mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ( Q.S. Al-Mujadalah 7 )
Imam Bukhari dan Muslim menyebutkan riwayat yang shahih dari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahwa beliau mengisahkan perihal
tiga orang di zaman dahulu ada yang terjebak dalam goa karena batu yang
menutupinya. Ketiganya tak bisa keluar kecuali setelah mereka berdoa
dengan wasilah amal shalih yang menjadi unggulannya.
Tiga Amal Unggulan dan Rahasianya
Salah seorang diantara mereka berkata, “Ya Allah aku memiliki dua
orangtua yang telah tua (dan aku juga memiliki anak-anak yang masih
kecil). Saya biasa pergi untuk menggembalakambing lalu pulang untuk
memerah. Kemudian aku membawanya untuk kedua orangtuakuhingga keduanya
bisa minum.Setelah itu baru kemudian aku memberi minum anak-anakku,
keluargaku, dan istriku. Pada suatu malam aku terlambat pulang dan
ternyata mereka berdua telah tertidur. Maka akupun berdiri di dekat
kepala keduany dan aku tidak ingin membangunkannya dan aku tidak ingin
memberi minum anak-anakku sebelum keduanya. Aku tidak membangunkan
keduanya padahal anak-anakku merengek-rengek di bawah kakiku. Dan aku
tetap diamberdiri sambil membawa gelas di tanganku sambil menunggu
mereka berdua bangun dari tidurnya. Dan ternyata keduanya bangun ketika
terbit fajar. Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya aku melakukan
hal itu karena mengharap wajah-Mu maka bukakanlah pintu goa ini hingga
kami bisa melihat langit”, maka dibukakanlah bagi mereka sedikit celah
akan tetapi mereka bertiga belum bisa keluar.
Orang kedua berkata, “Ya Allah aku memiliki seorang sepupu wanita yang
sangat aku sukai. Akupun menghendaki dirinya, akan tetapi ia menolak
diriku. Hingga suatu ketika ia menghadapi kesulitan dan mendatangiku,
maka akupun memberinya 120 dinar dengan syarat agar ia menyerahkan
dirinya kepadaku, dan ia pun setuju. Maka tatkala aku telah duduk di
antara dua kakinya, tiba-tiba ia berkata, “Bertakwalah kepada Allah, dan
janganlah engkau membuka keperawanan kecuali dengan haknya”. Maka
akupun berpaling meninggalkannya padahal aku sangat menginginkannya, dan
aku relakan emas yang telah aku berikan kepadanya. Ya Allah jika memang
aku melakukan hal itu karena ikhlas mengharapkan wajahmu maka
hilangkanlah kesulitan yang kami alamii”. Maka terbukalah celah batu
tersebut, hanya saja mereka belum bisa keluar darinya.
Orang ketiga berkata, “Ya Allah aku telah mempekerjakan para buruh dan
aku telah memberikan gaji mereka seluruhnya, kecuali satu orang yang
telah pergi dan meninggalkan gajinya. Maka akupun mengembangkan gajinya
tadi sehingga membuahkan banyak harta. Lalu suatu kali buruh itu datang
kepadaku dan berkata, “Wahai Abdullah, berikanlah gajiku kepadaku.” Maka
aku berkata, “Seluruh yang engkau lihat ini adalah gajimu; onta, sapi,
kambing, dan budak-budak.” Iapun berkata, “Wahai Abdullah, janganlah
engkau mengejekku !”. Aku berkata, “Aku tidak sedang mengejekmu”. Maka
iapun mengambil seluruhnya lalu menggiringnya dan tidak menyisakan
sedikitpun. Ya Allah jika memang aku melakukan hal ini karena
mengharapkan wajahmu maka bebaskanlah kesulitan yang sedang kami
hadapi.” Maka bergeserlah batu itu hingga ketiganya bisa keluar dari
goa.” (HR Bukhari dan Muslim)
Bertabur faedah dan hikmah dalam kisah ini. Banyak sudut pandang yang
menarik untuk diambil pelajaran. Tiga orang itu memiliki unggulan amal
yang berbeda-beda. Akan tetapi ada kesamaan dari sisi pendorong amal,
bagaimana mereka bisa melakukan hal-hal yang bisa dibilang luar biasa.
Baik dari sisi menjalani ketaatan, maupun menghindari kemaksiatan.
Faktor pendorong dari semua itu adalah hadirnya perasaan bahwa mereka
berada dalam pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atau yang sering
diistilahkan oleh para ulama dengan ‘muraqabah’ atau ‘muraqabatullah’,
merasa diawasi oleh Allah.
Muraqabah, Ibadah Menjadi Betah
Pada kasus orang pertama, betapa tegarnya orang itu dalam berbakti
kepada orangtua, berdiri dengan membawa segelas susu sambil menunggu
keduanya bangun dari tidurnya. Dia tidak ingin mengusik kenyamanan tidur
kedua orangtuanya, namun juga tak ingin terlambat memberikan minum
kepada keduanya. Jika mau, bisa saja ia tidur dan memberikan susunya
setelah bangun, toh kedua orangtuanya tidak tahu ia berdiri semalaman.
Muroqabah menyebabkan seseorang bersemangat dalam kebaikan, tegar dalam
ketaatan. Karena ia tahu bahwa apa yang dilakukan tak luput dari
penglihatan Allah dan tak luput pula dari penilaian Dzat yang menguasai
Hari Pembalasan. Maka kita dapatkan, Allah banyak memotivasi orang-orang
beriman untuk beramal shalih dengan cara meyakinkan bahwa Allah
senantiasa memperhatikan dan menyaksikan kebaikan yang mereka lakukan.
Bagaimana seorang mukmin tidak bersemangat untuk mengerjakan shalat
sedangkan Allah berfirman,
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat), dan (melihat
pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (QS
asy-Syu’ara’ 218-219)
Tak ada yang rugi meski kebaikan kita tak disaksikan orang, tak pula
ramai dengan pujian, karena hanya Allah yang kuasa membalas segala
kebaikan. Alangkah indah kisah seorang tabi’in Rabi’ bin Khutsaim,
ketika ia memberikan roti istimewa kepada seorang pengemis tua. Dari
cara makannya, terlihat pengemis itu akalnya tidak begitu waras. Ketika
anaknya berkata, “Semoga Allah merahmati Ayah, ibu telah bersusah payah
untuk membuat roti itu untuk ayah, kami sangat berharap agar ayah sudi
menyantapnya, namun tiba-tiba ayah berikan roti itu kepada orang
linglung yang tidak tahu apa yang sedang dimakannya.” Dengan penuh
keyakinan beliau menjawab, “Wahai puteraku, jika pengemis itu tidak
tahu, maka sesungguhnya Allah Maha Tahu.”
Begitulah, kebaikan serasa mudah dilakukan ketika muraqabah dilakukan,
yaki ketika menyadari dirinya dalam pengawasan dan bahwa Allah
menyaksikan.
Muraqabah, Dosa tercegah
Adapun orang kedua yang terjebak dalam goa, adalah orang yang hampir
saja terjerumus ke dalam zina. Ia telah membayarnya, tak ada satupun
orang yang melihatnya. Hanya satu yang membuatnya berhenti melakukannya,
yakni ketika diingatkan pengawasan Allah atasnya.
Begitu efektif sifat muraqabah untuk menghentikan laju syahwat yang
ingin menerjang maksiat. Suatu kali Humaid ath-Thawil berkata kepada
Sulaiman bin Ali rahimahumallah,” Tolong nasihati aku!” Lalu Sulaiman
memberikan nasihat yang sangat indah,
“Jika kamu bermaksiat ketika seorang diri lalu padahal kamu tahu Allah
melihatmu, maka telah melakukan kecerobohan besar, akan tetapi jika kamu
tidak percaya bahwa Allah melihat perbuatanmu, maka kamu jatuh pada
kekafiran.” (Mausu’atu Nadhratin Naim fii Akhlaaqir Rasuulil Kariem)
Maknanya, ketika seorang mukmin merasa diawasi oleh Allah meskipun dalam
kesendirian, maka berat baginya untuk menuruti keinginan, dan
sekali-kali dia tidak akan nyaman berada dalam zona kemaksiatan. Ia
tidak ingin melakukan kecerobohan besar karena melakukan dosa
terang-terangan di hadapan Allah, dan dia juga tidak mau terjerumus pada
kekafiran karena menganggap bahwa Allah tidak melihat apa yang ia
lakukan.
Andai saja seseorang senantiasa sadar atas pengawasan Allah, niscaya ia
memilih untuk menjahui dosa daripada mendekatinya, dan mengurungkan niat
buruknya daripada melaksanakannya. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
قَالَتِ الْملَائِكَةُ: رَبِّ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيدُ
أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً، وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ، فَقَالَ: ارْقُبُوهُ
فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرَكَهَا
فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ
“Malaikat berkata, “Wahai Rabbi, hamba-Mu itu ingin melakukan
keburukan!” -padahal Allah lebih jeli melihatnya-, maka Allah berfirman,
“Awasilah ia! Jika dia melakukan keburukan, maka catatlah satu dosa
yang sepadan atasnya, namun jika dia mengurungkannya maka catatlah satu
kebaikan baginya, karena ia mengurungkan niat buruknya karena-Ku.” (HR
Muslim)
Muraqabah menyebabkan seorang mukmin berhati-hati dalam setiap tindakan
dan gerak-geriknya. Seperti nasihat emas Hatim bin al-Asham
rahimahullah, “Kendalikanlah nafsumu dengan tiga hal; Jika kamu hendak
berbuat, sadarilah bahwa Allah melihat-Mu. Jika kamu hendak berucap,
sadarilah bahwa Allah mendengarmu. Dan jika kamu dalam keadaan diam,
sadarilah bahwa Allah mengetahui apa yang kamu pikirkan.”
Bagaimana seorang mukmin bisa ‘nyaman’ melakukan dosa, sementara Allah
mengawasi dirinya dengan sangat detil dan jeli tak tertandingi. CCTV
yang dibuat manusia hanya bisa menampilkan gambar yang lewat di
depannya. Akan tetapi pengawasan Allah meliputi segala tempat, segala
hal; gerak-gerik luar, suara yang keluar dan apa-apa yang tersembunyi
dalam niatan. Allah berfirman,
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati” (QS Al-Mukmin : 19)
Muraqabah Berbuah Amanah
Sungguh menakjubkan unggulan amal orang ketiga di antara tiga orang yang
terjebak dalam goa itu. Ia memiliki sifat muraqabah tingkat tinggi. Tak
hanya merasa gerak-gerik badannya yang diawasi oleh Allah, tapi juga
gerak-gerik hatinya. Ia merasa niatnya diawasi oleh Allah. Sengaja ia
mengembangkan gaji buruh yang belum diambilnya dengan niat menguntungkan
sang buruh. Tidak ada yang mengetahui niatnya kecuali Allah. Hebatnya,
niat itu tetap terjaga dan tidak berubah meskipun setelah ia melihat
gaji tersebut telah berkembang dan menjadi sangat banyak. Jika
seandainya ia hanya memberi kepada sang pekerja gajinya saja maka ia
tidak bersalah, karena memang yang berhak dimiliki oleh sang pekerja
hanyalah gaji pokoknya saja.
Dan seandainya ia pura-pura tidak tahu
bahwa ia telah menggunakan gaji buruhnya untuk mengembangan usahanya,
tak ada juga orang yang tahu. Akan tetapi ia sadar, bahwa Allah
mengetahui semua. Sungguh merupakan amanah tingkat tinggi, dan muraqabah
yang luar biasa. Bahkan Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan tentang
riwayat ini bahwa amalan yang paling bermanfaat di antara ketiga orang
tersebut untuk menyelamatkan mereka bertiga adalah amalan orang yang
ketiga yang sangat amanah, karena dengan doanyalah maka pintu goa
akhirnya terbuka. (Fathul Baari, Ibnu Hajar al-Asqalani).
Hari ini, betapa langka sifat amanah, betapa subur pengkhianatan dan
korupsi, tidak lain karena tipisnya mueaqabah kepada Allah. Mereka bisa
saja bersembunyi dari Allah, akan tetapi sekali-kali mereka tidak bisa
bersembunyi dari Allah, wallahul muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)
SUMBER : http://www.arrisalah.net/2013/10/01/muraqabah-betah-ibadah-dosa-tercegah/