Senin, 10 November 2014

MELUKIS

MELUKIS


Melukis adalah praktek penggunaan cat, pigmen, warna atau medium lain ke suatu permukaan. Penggunaan medium biasanya diterapkan pada permukaan dengan sebuah kuas tapi obyek lain bisa digunakan. Dalam seni, istilah melukis merupakan tindakan untuk menghasilkan karya yang disebut lukisan. Permukaan yang biasa digunakan untuk melukis ialah kanvas, kertas, tembok, kayu, kaca, tembikar serta obyek-obyek lainnya yang bisa digunakan untuk melukis.

Melukis merupakan penyaluran ekspresi dan bentuknya bermacam-macam. Gambaran, komposisi atau abstraksi serta estetika lainnya bisa membantu memanifestasikan ekspresi dan maksud konseptual pelukis. Lukisan bisa bersifat naturalistik dan mewakili (sebagaimana dalam foto atau lukisan pemandangan), fotografik, abstrak, mengandung isi naratif, simbolisme, emosi atau politis.

Sebagian sejarah lukisan baik pada seni Barat maupun Timur didominasi oleh motif-motif spiritual dan ide-ide. Contoh lukisan seperti ini berkisar dari karya seni yang menggambarkan figur-figur mitos pada tembikar hingga kisah-kisah Alkitabiah yang ditampilkan pada dinding interior dan langit-langit Kapel Sistine, hingga kisah-kisah dari kehidupan Buddha atau kisah religius yang berasal dari timur.

Hal yang memungkinkan melukis ialah persepsi dan representasi dari intensitas. Setiap titik dalam ruang memiliki intensitas berbeda, yang dapat direpresentasikan dalam lukisan dengan hitam dan putih dan bayangan abu-abu di antaranya. Dalam prakteknya, pelukis dapat mengartikulasi bentuk dengan menjajarkan permukan intensitas berbeda. Dengan menggunakan warna saja (dari intensitas yang sama) seseorang hanya dapat merepresentasikan bentuk simbolik. Jadi, peralatan dasar melukis berbeda dari peralatan ideologis, seperti figur geometris, berbagai sudut pandang dan organisasi (perspektif), dan simbol. Sebagai contoh, seorang peluks merasakan bahwa sebuah tembok putih tertentu memiliki intensitas berbeda pada tiap titik, disebabkan oleh bayang dan pantulan dari obyek dekat, tapi idealnya, sebuah tembok putih masih tetap sebuah tembok putih dalam hitam kegelapan. Dalam teknis menggambar, ketebalan garis juga ideal, membedakan garis sebuah obyek dalam bingkai perseptual berbeda dari garis yang digunakan oleh para pelukis.

Warna dan sifat warna merupakan esensi dari lukisan sama seperti nada dan ritme pada musik. Warna sangat subyektif, tapi memiliki efek psikologis yang dapat diamati, walaupun bisa saja berbeda dari budaya satu dengan yang lain. Hitam diasosiasikan dengan kedukaan di Barat, tapi di Timur putih. Beberapa pelukis, teoritikus, penulis dan ilmuwan, termasuk Goethe, Kandinsky, dan Newton, telah menulis teori warna mereka masing-masing. Lagipula penggunaan bahasa hanya merupakan suatu generalisasi suatu persamaan warna. Kata "merah", sebagai contoh, dapat mencakup kisaran variasi pada merah murni dari spektrum cahaya yang dapat dilihat. Tak ada suatu bentuk formal warna berbeda seperti persetujuan pada not-not berbeda dalam musik, seperti C atau C kres dalam musik. Bagi seorang pelukis, warna tak hanya dibagi ke dalam warna dasar dan turunan (tambahan atau campuran seperti merah, biru, hijau, cokelat, dll.).

Para pelukis praktisnya berurusan dengan pigmen, jadi "biru" bagi seorang pelukis bisa berarti salah satu dari sekian banyak biru. Arti simbolis, psikologis warna tidak secara sempit mengutarakan arti lukisan. Warna hanya menambahkan konteks arti, dan oleh karenanya persepsi sebuah lukisan sangatlah subyektif.

Ritme penting dalam lukisan sebagaimana dalam musik. Jika seseorang mendefinisikan ritme sebagai "suatu jeda yang tergabung dalam suatu rangkaian", maka bisa ada ritme dalam lukisan. Jeda ini memperkenankan kekuatan kreatif untuk ikut serta dan menambah kreasi-kreasi baru dalam bentuk, melodi, pewarnaan. Penyaluran bentuk, atau tiap jenis informasi itu sangat penting dalam karya seni dan secara langsung mempengaruhi nilai estetika karya tersebut. Hal ini dikarenakan nilai estetika itu fungsi tergantung, artinya kebebasan (pergerakan) persepsi dirasakan sebagai keindahan. Energi yang mengalir bebas, dalam seni sebagaimana dalam bentuk lain "keahlian", secara langsung berkontribusi pada nilai estetika.

Seniman modern telah memperluas praktek melukis hingga mencakup tempelan yang dimulai dengan Kubisme dan bukanlah lukisan dalam arti sempit. Beberapa pelukis modern menggabungkan material berbeda seperti pasir, semen, sedotan atau kayu untuk tekstur mereka.

Lukisan-lukisan tertua yang diketahui hingga saat ini berada di Grotte Chauvet, Perancis, diklaim berusia sekitar 32.000 tahun oleh beberapa sejarawan. Lukisan-lukisan tersebut dipahat dan dicat dengan oker merah dan pigmen hitam dan memperlihatkan kuda-kuda, badak, singa, kerbau, mamot atau manusia yang sering berburu. Namun bukti terakhir lukisan telah ditemukan di dua naungan bebatuan di Arnhem Land, Australia bagian utara. Pada lapisan paling bawah dari material di tempat ini ada potongan oker bekas digunakan yang diperkirakan berusia sekitar 60.000 tahun. Para arkeolog juga telah menemukan sebuah pecahan lukisan batu yang terpelihara dalam sebuah naungan bebatuan gamping di bagian Kimberley Australia Baratlaut, yang berusia 40.000 tahun. Ada berbagai contoh lukisan gua di seluruh dunia, di India, Perancis, Spanyol, Portugal, Cina, Australia, dll.

Mempelajari seni dan keindahan merupakan Estetika. Hal tersebut merupakan masalah penting bagi filsuf abad ke-18 dan ke-19 seperti Kant atau Hegel. Filsuf klasik seperti Plato dan Aristoteles juga membuat teori mengenai seni dan khususnya melukis. Plato tidak menganggap para pelukis demikian juga pematung dalam sistem filosofinya. Dia bertahan bahwa melukis tidak dapt menggambarkan kebenaran, itu merupakan salinan kenyataan (sebuah bayang ide dunia) dan tak lain hanya sebuah keahlian, mirip seperti membuat cepatu atau mencetak besi. Pada masa Leonardo melukis telah menjadi representasi yang lebih dekat dari kebenaran daripada sewaktu zaman Yunani Kuno. Leonardo da Vinci, sebaliknya mengatakan bahwa "Pittura est cousa mentale" (lukisan merupakan  hal pikiran). Kant membedakan antara Keindahan dan Keagungan, dalam kondisi yang jelas memprioritaskan keindahan. Walaupun dia tidak menunjuk secara khusus pada lukisan, konsep ini diambil oleh para pelukis seperti Turner dan Caspar David Friedrich.

Ikonografi merupakan studi tentang isi lukisan, ketimbang gayanya. Erwin Panosky dan sejarawan seni lainnya pertama mencari pemahaman hal-hal yang digambarkan, kemudian artinya bagi yang melihat pada waktu itu, kemudian menganalisa arti kultural, religius, dan social yang lebih luas.

Berbagai tipe cat biasanya diidentifikasikan oleh medium di mana pigmen ditambahkan, yang menentukan karakteristik kerja umum cat tersebut seperti, kekentalan, miscibilitas (daya campur), daya larut, waktu pengeringan dan lain sebagainya. Beberapa medium yang digunakan antara lain: Minyak, Pastel, Akrilik, Watercolor, Tinta, Lilin Panas, Fresco, Gouache, Enamel, Aerosol, Tempera, Campuran Air Minyak.

Gaya melukis dipakai untuk dua pengertian yakni bisa diartikan ke elemen visual, teknik dan metode berbeda yang melambangkan karya individual seniman, dan juga bisa diartikan sebagai pergerakan atau sekolah di mana seorang seniman tersebut terasosiasi. Ini bisa berakar dari kelompok sebenarnya di mana seniman tersebut secara sadar terlibat atau bisa sebuah kategori di mana para sejarawan seni menempatkan pelukis tersebut. Beberapa gaya melukis antara lain: Modernisme, Impresionisme, Abstrak, Outsider Art, Fotorealisme, Surealisme. 


Sumber : http://beritasi.blogspot.com/2011/05/melukis.html

Share: